...SAYAP BIDADARI DARI SURGA...
Kenangan yang tersurat hanyalah lembah mati...
Di padang tanpa kata yang mati...
Apa kau pernah melihat bidadari mati?
Dan sayap bidadari dari surga itu berserakan di bumi?
“Sani... Apa kau ingat besok hari apa?”, tanya Hika kepada seseorang dengan tampang kosong di sampingnya.
“Hari Minggu... “, jawab orang yang ditanya masih menatap lurus ke depan.
Tak ada lagi percakapan yang terdengar yang mengiringi langkah mereka. Hanya deru nafas yang saling beradu lembut. Tak ada yang tahu, sudah berapa lama mereka bersama. Lima tahun lebih mereka menjalin hubungan, yang dimulai dari pertemanan kemudian berlanjut menjadi sepasang kekasih. Mulai dari SMP sampai SMA sekarang, tak pernah ada masalah yang nampak dari keduanya. Tapi lama-kelamaan, hubungan yang mereka jalin tiba dititik kejenuhan umat manusia.
“Besok.. hari ke 2.000 kita berkenalan... Kau tak ingat?”, Hika angkat bicara.
“Aku ingat, sangat ingat...”, ucap Sani masih menatap lurus.
Sekilas, mereka benar-benar tak mirip sepasang kekasih. Hanya jika sedikit diperhatikan lebih teliti, jari-jari mereka masih menggenggam saling menjaga satu sama lainnya. Tak ada yang istimewa, bahkan tak ada satu pun kata yang terlontar.
“Aku pulang dulu. Jaga dirimu... “, ucap Sani kemudian berbalik dan menghilang dari bayangan mata Hika. Hika hanya bisa menatap dingin. Tangannya yang tadinya hangat karena sentuhan lembut tangan Sani menbeku.
“Kau berubah... Sani...”, isak Hika pelan, menghapus bulir-bulir bening yang berasal dari matanya. Di dekap tangannya sendiri di depan dadanya. Tak bergerak..., meski hujan deras tengah mengguyurnya... Semalaman...
“Karin, tolong ambilkan bukuku di atas meja dong?”, ucap Sani sambil menonton sinetron kesukaannya.
“Karin?”, desah Hika pelan. Wajahnya sempat berubah beberapa saat, poni rambutnya diturunkan menutupi wajahnya yang penuh kesedihan. Setelah mengatur suasana hatinya ia memberikan buku yang diminta Sani. Sani masih cuek bebek. Apakah laki-laki yang ada di hadapannya itu tak punya perasaan? Tak punya kah?
Hika kemudian pergi ke ruang baca. Rencananya untuk berkunjung ke rumah Sani disambut jelek oleh kelakuan Sani yang luar biasa judes. Hika duduk dan mulai membuka buku-buku yang tertata rapi di sana. Tak perduli buku apa saja, asal dia bisa membaca dan menghilangkan penatnya. Diambilnya sebuah buku berwarna putih. Hika mulai membacanya.., selembar demi selembar...
“Ini Sani, ini Hika...”, ucap Hika tersenyum kecil sambil menunjuk gambar-gambar kecil di sudut salah satu kertas kusam itu. Gambar mereka waktu kelas satu SMP dulu. Ternyata Sani masih menyimpannya. Hika melanjutkan membaca ke halaman berikutnya. Tatapan matanya kini sayu, senyumannya tadi hilang lagi disapu air mata.
Oh Tuhan,
Apakah aku harus mengakhiri hubungan dengannya? Aku merasa jenuh, merasa bosan, tak ada perubahan dengan ini... Ada orang lain lagi...
Aku tak sanggup memutuskan dia. Apa yang harus aku lakukan?
Begitulah isi lembar ke dua terakhir dari buku itu. Hika tak sanggup lagi membaca. Ia terperangah membaca kata “Ada orang lain lagi”.
Ia benar-benar merasa tak pantas dan memaksa menjadi kekasih Sani. Ia berfikir, Sani hanya mengasihani dirinya. Semua kenangan mereka selama ini adalah palsu! Tidak ada satu pun yang tulus. Ia pergi menghampiri Sani dan meminta diantarkan pulang.
“Because I’m Stupid”, terdengar nada pesan singkat dari ponsel Sani.
Sani, aku menunggumu detik ini juga. Ada sesuatu yang ingin aku katakan. Temui aku di Gedung Pencakar Langit sekarang. Waktumu hanya sampai jam 12.00 malam ini. Bye!
“Hika...”, Sani panik. Diambilnya jaket dan topi, tak lupa payung karena malam ini hujan mengguyur ibu kota dengan cukup deras. 11: 56 Sani sampai di sana.
“Hika! Kau mau apa malam-malam seperti ini? Di- di tempat seperti ini?”, ucap Sani kebingungan.
“A-aku, ingin menyerahkan ini... “, ucap Hika terbata-bata. Suhu tubuhnya yang terguyur hujan seharian benar-benar tidak mendukung.
“Ini...”, ucap Sani heran.
“I-iya, rencananya besok aku akan memberikan tiket ini untukmu! A-aku sudah berusaha sebaik-baiknya, menyisihkan uang jajanku untuk ini...”, ucap Hika pelan.
“Hika... “, tatap Sani tak percaya. Tiket permainan di Disney Land. Tempat yang mereka berdua ingin kunjungi bersama.
Sani teringat janji mereka dulu...
“Hika-Hika! Kalau nanti kita besar, aku ingin mengajakmu ke taman bermain terbesar di dunia”, ucap Sani kecil.
“Benarkah itu Sani?”, jawab manis Hikas kecil.
“Tentu saja benar! Aku janji! Kita, akan pergi berdua!”, ucap Sani sambil mengulurkan jari kelingkingnya.
“Janji ya! Kita bersama!”, Hika kecil tersenyum manis.
“Akkkhhh!!!!!!”, lamunan Sani buyar. Saat di lihat Hika sudah loncat dari gedung itu.
“HIKAAAA!!!!!!!”, teriak Sani tak perduli guntur dan petir yang menyambar di langit. Badannya basah kuyup. Matanya tak kuat menahan perih. Dibacanya surat terakhir Hika...
Sani... Sani... Jantungku berdebar tiap ku ingat padamu...
Sani, aku membaca buku harianmu.. Kau pasti menginginkan aku hilang dari hidupmu? Mungkin saat kau membaca surat ini aku sudah tak ada lagi...
Janji kita, pergilah bersama orang lain. Bersenang-senanglah..
Aku pergi, selamat tinggal ^-^
“Hika! Apa maksudmu? Kenapa, kenapa kau tidak mau menanyakannya padaku dulu? Maksudku aku bosan membebanimu! Aku ini penyakitan, sedikit lagi akan mati karena kanker! Orang lain, orang lain yang aku maksud adalah orang yang bisa menggantikan posisiku kelak! Hika!!”, teriak Sani sekali lagi. Terlambat... siapa lagi yang mau mendengarnya... Ah ternyata masih ada.. Hika! Bidadari dengan sayap putih...
“Hika...”, ucap Sani
“Sani, ikutlah bersamaku...”, ucap Hika merentangkan sayap-sayapnya.
“Iya Hika...”, ucap Sani...
Mereka berdua pun hilang untuk selama-lamanya. Hanya ditemukan jasad seorang wanita yang bunuh diri dan jasad seorang pria yang berlumuran darah karena penyakit kanker yang ia idap.
Keduanya mati sebagai pasangan yang bodoh!!!
Kenapa tidak ada yang bertanya apa halaman terakhir dari buku harian Sani?
Oh Tuhanku,
Aku bersyukur, Engkau telah member sedikit waktu untukku... Bersama dirinya... Karena dia menjadi udara di setiap aku bernafas, menjadi jantung disetiap aliran darahku..., menjadi kan aku manusia yang mendekati sempurna...
Dia Bidadari Dari Surga... Dengan Sayap Putih Yang Ada Untukku...
Kisah manusia, kisah yang sempit dengan diliputi kegelisahan... Tapi apa tak ada yang sadar? Bidadari kadang menjatuhkan sayap-sayapnya dari surga... melihat tingkah kita? ^-^
By_ Cia